Pak AR Fakhrudin pernah ditanya : Bolehkah sebelum shalat baca usholi ? Beliau menjawab jenaka : ‘Boleh — pencak-kan dulu juga boleh”.
^^^^
Masih tentang Pak AR Fakhrudin, Ketua PP MUHAMADIYAH yang sangat fenomenal ini, ketika Buya Syafi’i Maarif dalam sebuah pidato berkelakar : ‘Pak AR ini kok banyak merokok yaaa ? Pak AR juga menjawab jenaka tanpa ekspresi marah atau tersinggung : ‘Saya nggak banyak kok — cuman satu-satu”.
Gus Dur juga pernah berkisah tentang Pak AR ini — Gus Dur pernah bertutur bahwa orang Muhammadiyah ini pernah membuat ratusan orang NU menjadi Muhammadiyah dalam satu malam. Ketika pak AR ‘salah kamar’ masuk masjid NU dan didaulat menjadi imam shalat Taraweh.
Pernah juga Pak AR berpesan kepada Prof Yahya Muhaimin agar tidak kenceng-kenceng dalam mengurus Muhammadiyah. Bukan tak serius apalagi tak sungguh-sungguh kadang kita perlu ketawa sedikit, agar tak spaneng, semacam kehilangan urat ketawa, berganti serius amat hingga lupa tertawa.
^^^^
Penting untuk digaungkan Islam : Din wa Ni’mah, bukan Din wa Daulah. Dua mainstream ini setidaknya kuat dikalangan Persyarikatan:
Pertama : Islam Din wa Daulah. Tak dipungkiri, ada yang mencoba menyeret untuk terlibat dalam pekerjaan politik praktis yang belum selesai dan memposisikan MUHAMMADIYAH berhadap-hadapan dengan negara atau rezim. Syahwat politik yang tak tersampaikan justru dialirkan di Persyarikatan. Jadilah nuansa politiknya kental. Rezim adalah musuh yang harus enyah.
Semangat oposisinya kuat. Nahy mungkar dipadankan dengan takbir keras, sweeping, menghardik yang tidak sepandangan, mencela dan mudah menyesatkan pada yang tidak sehaluan, adalah sebongkah pikiran yang memposisikan Muhammadiyah sebagai sebuah Daulah.
Dinamika pergerakan pemikiran ini juga massif, sebab itu pimpinan yang dikehendaki adalah yang tegas, keras dan berani sama rezim. Politik identitas terus digemakan bahkan dalam banyak hal narasi politisnya lebih kuat.
^^^^^
Kedua : Islam din wa ni’mah. Mainstream ini yang kental dikembangkan Kyai Dahlan di awal berdiri. Persyarikatan diposisikan sebagai sebentuk keberpihakan kepada kaum dhuafa dan antitesis terhadap tafsir atas agama jumud. Bahwa Islam itu tinggi tak ada yang lebih tinggi darinya ( al Islamu ya’lu wala yu’la alaihi) dan al Islamu mahjubun bil muslimin menjadi bagian penting pergerakan.
Kyai Dahlan mengambil subsidi dari pemerintah untuk sekolah yang dibangunnya adalah bukti bahwa beliau tidak memosisikan negara (kompeni) sebagai musuh, tapi mitra dengan tidak meninggalkan sikap kritisnya.
Sebab itu dalam memahami konsep tentang jihad misalnya, Muhammadiyah memiliki keunikan, kalau tak boleh dibilang sebagai sebuah keistimewaan yang penuh keberkahan : membangun rumah sakit adalah jihad melawan kemusyrikan. Membangun masjid adalah jihad melawan bid’ah. Mendirikan Sekolah dan perguruan tinggi adalah jihad melawan kejahilan. Bait amal, LAZISMU, MDMC adalah jihad melawan Kesengsaraan Oemoem. Inilah konsep Islam Din wa Ni’mah yang harus terus digemakan sebagai spirit yang melandasi.
Thesis Yai Dahlan cukup menarik, karena berkemajuan : bahwa TBC bakal hilang apabila masyarakat diberi pendidikan yang cukup. Bukan dengan cara menyesatkan apalagi mengkaferkan. Oleh karena itu, empat Majelis yang awal didirikan adalah: Majlis PKO, Majelis Poestaka, Majelis Pendidikan dan Majelis Tabligh.
^^^^
Tapi jangan lupa, bahwa model kepemimpinan di Persarikatan sangat berbeda dengan ormas lain yang bergantung pada satu figur ketua — kolektif kolegial adalah yang utama. Laksana orkestra, ada yang lembut, ada yang tegas, ada yang keras, ada yang zuhud, ada yang melankolis, semuanya saling melengkapi dan menggenapi.
Saya punya hak suara dan saya akan pilih 13 orang — semoga Allah tabarakawataala menjaga dan memberkati Persyarikatan ini, dengan pimpinan terbaik, jamaah terbaik, amal usaha terbaik, dengan hikmah dan keberkahan — aamiin
@nurbaniyusuf
Komunitas Padhang Makhsyar